
3 IMAM SHOLAT
Bulan dan tahun berlalu sangat cepat hingga di hari ini saat nya perpisahan karena Fahri dah Milla pindah ke luar negri, Fahri mengambil pekerjaan di sana karena ia ingin merasakan suasana baru.
“gimana semua udah siap?” Tanya Zaa.
“udah kok Zaa semua dah siap, eh btw si Zela mana?” Tanya Milla, Zela adalah anak nya Zaa yang sekarang berumur dua tahun.
“lagi main sama anak nya Fatika.” Jawab Zaa.
“asslamualaikum.” Ucap Fatika ketika masuk ke ruang tamu nya Milla.
“waalaikumsalam.” jawab Zaa dan Milla secera berbarengan.
“Gimana persiapan mu Milla?” Tanya Fatika yang langsung tertuju ke Milla.
“udah selesai semuanya, tinggal nunggu Fahri.”
Tuk
Tuk
Semua pasang mata tertuju ke tangga. “gimana udah siap?” Tanya pria berjas silver dan rambut yang tertata rapi.
“udah kok Fahri, mau berangkat sekarang?” Tanya Milla.
“yok kalo emang udah selesai.”
Mereka bersama sama keluar dari rumah nya Milla. Milla mulai mengunci rumah nya dan memberikan nya ke Zaa.
“jaga rumah gue ya, banyak benget kenangan gue disini.” Ujar Milla ketika memberikan kunci rumah nya ke Zaa.
“gue pasti jaga rumah lu, bukan hanya Gue tapi Fatika juga ikut bantu gue buat jaga rumah lu.” Ucapan Zaa membuat Milla tersenyum.
“bundaaa.” Tiba tiba ada satu anak perempuan dengan rambut yang di kepang ia berlari kearah Zaa.
Zaa langsung menangkap anak perempuan tersebut. “kenapa lari lari Zela?”
“bunda Papa mau kasih aku air kelapa, tapi kan aku gak suka air kelapa.” Gadis kecil tersebut mengadu ke Zela.
“mana papa mu?” Tanya Zaa.
Zela menunjuk ke pintu gerbang yang terdapat Fahdan dan Farel yang lagi berbincang bincang.
“nanti bunda bilangin ke papa ya agar gak ngasih kamu air kelapa lagi.”
“bunda janji?” gadis kecil tersebut menunjukan jari kelinging nya.
Zaa tersenyum. “iya bunda janji. Nanti bunda marahin papa kamu.”
“eh Zela ayo main lagi.” Ada satu anak lelaki yang menyuruh Zela agar ikut bermain lagi bersamanya.
“bunda Zela mau main sama kak Vio dan kak Vino ya.” Izin Zela.
“oke.”
“eh tunggu sebentar.” Milla menghentikan langkah Zela.
Zela membalikan badan nya. “iya tante Milo.” Tante milo adalah panggilan kesayangan Zela ke Milla.
“sini gak mau peluk tante Milo untuk terakhir kali?” Tanya Milla.
Zela menepuk kening nya. “Zela lupa kalo tante Milo hari ini mau pergi.” Lalu Zela mendekati Milla.
Milla berjongkok lalu memeluk tubuh Zela yang mungil. “jaga diri ya Zela, gak boleh bandel.”
“ote tente Milo.” Sebelum pergi Zela berteriak memangil saudara sepupu nya.
“kak Vio , Kak Vino kesini, ayo pelukan terakir sama tante Milo!”
Dua anak lelaki kecil mendekati Zela.
“Zela kamu jangan bohong.” Ucap Vino.
“Zela gak bohong, tante milo mau pergi jauh banget.” Ujar Zela.
Vio menganguk ringan lalu mendekati tubuh Milla. “babay Tante Milla.” Ucap Vio.
Milla memeluk ponakan nya tersebut dengan haru.
Setelah itu bergantian dengan Vino yang memeluk Milla. “tante Milla jaga kesehatan ya di sana.” Ujar nya.
“pasti.” Setelah itu Milla melepaskan pelukan nya.
“ayok Mil” ajak Fahri yang ternyata sudah siap di depan mobil.
Milla berdiri lalu memeluk Zaa dan Fatika secera bergantian. Begitupun Fahri yang memeluk dua kakak nya.
“babay Milla.” Ucap Fatika ketika mesin Mobil yang Milla menaiki sudah di nyalakan.
Milla tersenyum lalu melambaikan tangan nya. “babay semua.” Ucap nya.
Mobil Fahri dan Milla mulai berjalan lalu menjauh dari pelataran rumah mereka.
Mendadak semuanya hening tanpa ada suara.
“semua ini Cuma takdir kita gak tau kapan kita bertemu dan kapan kita harus berpisah, berpisah dalam artian sementara atau selamanya.” Ujar Farel.
Fahdan menoleh ke Farel. “kadang kita terlalu asik dengan pertemuan hinga lupa dengan perpisahan yang sudah menanti di depan mata.” Fahdan lalu merangkul pundak Farel.
Zaa dan Fatika juga saling bertatapan dengan mata yag sulit di artikan.
“ehem.”suara Zaa memecahkan keheningan.
Fahdan dan Farel membalikan badan nya.
“cie lupa kalo punya istri.” Lanjut Fatika dengan sedikit terkekeh.
Fahdan dan Farel terkekeh lalu mendekati istri mereka dan langsung memeluk nya.
“makasih udah menjadi air di dalam hati ku.” Ucap Fahdan di sela sela pelukan.
“air?” Tanya Fatika.
“iyaa air yang terus mengalir, air yang terus mencari jalan keluar untuk mengalir, itu seperti kamu yang air nya terus mengalir di keras nya hatiku, air yang selalu mengingatkan aku, air yang selalu mencari jalan keluar di saat aku buntu.”
Fatika seketika tersenyum. “aku juga makasih udah sabar ngurusin aku yang keras kepala dan gak mau ngalah sama kamu.”
Fahdan terkekeh. “sama sama.”